Selasa, 09 Maret 2010

Fasilitas atau Sarana-prasarana Training

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan implementasi strategi pembelajaran. Melalui kemajuan tersebut para pengajar dapat menggunakan berbagai media sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan media komunikasi bukan saja dapat mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran, akan tetapi juga bisa membuat proses pembelajaran lebih menarik.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim pesan (pengajar), komponen penerima pesan (peserta) dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi training. Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi training atau pesan yang disampaikan pengajar tidak dapat diterima oleh peserta dengan. Artinya tidak seluruh materi training dapat dipahami dengan baik oleh peserta, lebih parah lagi peserta sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua itu, maka pengajar dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.

Secara umum media merupakan kata jamak dari ”medium” yang berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiataan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.

Ada beberapa konsep atau definisi pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan Breidle (1966)[1] mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.

Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980)[2] menyatakan ”A medium, conceived is any person, material or event that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alata perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumer belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap peserta atau untuk menambah keterampilan.

Dari dua pengertian di atas, maka tampak pengertian terakhir yang dikemukakan Gerlach lebih luas dibandingkan dengan pengertian yang pertama.

Selain pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi seperangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead projector, radio, televisi dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetakanlainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya.

Hal lain yang harus diperhatikan dalam proses training adalah sarana dan prasarana. Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan training, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya penerangan, kamar kecil, pengeras suara dan lain-lain. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu pengajar dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengarhui proses pembelajaran

Terdapat beberapa keuntungan bagi perusahaan yang memiliki perlengkapan sarana dan prasarana training. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi pengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi training dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang peserta untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien; sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar peserta dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong peserta untuk belajar. Dengan demikian, ketersediaan sarana yang lengkap memungkinkan pengajar memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi mengajarnya; dengan demikian mengajar dapat meningkatkan gairah mengajar mereka. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Setiap peserta training pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran, sedangkan tipe peserta yang visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan peserta menentukan pilihan dalam belajar.

Fasilitas, walaupun fungsinya sebagai alat bantu, akan tetapi memiliki peran yang tidak kalah pentingnya sebagai alat bantu, akan tetapi memiliki peran yang tidak kalah pentingnya. Andrew E, Sikula (1981)[3] menyampaikan bahwa ”Learning is closely related to attention and concertration. The learning process is more effective if distractions are avoided” (belajar berhubungan erat dengan perhatian dan konsentrasi. Proses belajar akan lebih efektif jika tidak ada gangguan.) Sehingga Fasilitas training tidak hanya dilihat dari ketersedianya, tetapi apakah fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan dapat digunakan dalam proses training.


[1] Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media. hal. 161

[2] ibid

[3] A. A. Anwar Prabu Mangkunegara. op.cit. hal 59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar